Minggu, 08 April 2012

dokumentasi typhoid


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya anka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typus Abdominalis, Typhoid Fever, atau Enteric Fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala, dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para-typhoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi, S parathypi A, S parathypi B, dan S parathypi C. Jika penyebabnya adalah S parathypi gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S thypi.
Demam typhid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan masalah besar di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar antara 354-810/100.000 penduduk per tahun. Di Palembang dari penelitian retrospektif selama periode 5 tahun (2003-2007) didapatkan sebanyak 3 kasus (21,5 %) penderita demam typhoid dengan hasil biakan darah salmonela positif dari penderita yang dirawat dengan klinis demam thypoid (Rajan L. Fernando, 2001).
Sekarang ini penyakit typhoid abdominalis masih merupakan masalah yang penting bagi anak dan masih menduduki masalah yang penting dalam prevalensi penyakit menular. Hal ini disebabkan faktor hygiene dan sanitasi yang kurang, masih memegang peranan yang tidak habis diatas satutahun, maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak ini masih dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. Dalm hal ini perawatan dirumah sakit dianjurkan untuk mendapatkan perawatan isolasi untuk mencegah komplikasi yang lebih berat (Suharyo hadisaputra, 1989, dan Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985).
Komplikasi sering terjadi pada keadaan hipertermi, toksemia berat, ada kelemahan yang umum agar kematian akibat komplikasi dapat dihindari (Soedarto, 1992)
Penyakit typhoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6 %) penyakit yang tercatat. Meskipun hanya menempati urutan ke 21, penyakit typhoid memerlukan perawatan yang komperehensif, mengingat penularan salmonella thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan terus mengekspresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Peran perawat terhadap masalah ini adalah pemberi asuhan keperawatan kepada klien dan anggota keluarga yang sakit, sebagai pendidik kesehatan, dan sebagai fasilitator agar pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat dengan mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi klien dan anggota keluarga serta membantu mencarikan jalan pemecahannya, misalnya mengajarkan kepada klien dan anggota keluarga untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit tifus. Alasan klien dan anggota keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan karena klien dan anggota keluarga merupakan anggota terkecil dari masyarakat yang harus di bina , di kenalkan terlebih dahulu supaya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien dan anggota keluarga ini dapat tercapai sesuai yang telah di targetkan.
Sedangkan peran klien dan keluarga lebih difokuskan untuk menjalankan lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan terkait dengan adanya anggota kelurga yang menderita typhoid, lima tugas kelurga tersebut antara lain adalah dapat mengenal masalah typhoid, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, serta dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang tepat.
Dari latar belakang tersebut di atas, mendorong penulis untuk memilih kasus keperawatan dengan judul : “Asuhan Keperawatan Terhadap Ny.A Dengan Diagnosa Medis Demam Typhoid Di Ruang Anyelir RSUD.Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung”.


B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Mengetahui atau mendeskripsikan asuhan keperawatan terhadap Ny. A dengan diagnosa medis typhoid di ruang anyelir RSUD.Dr.H.Abdul Moeloek Lampung
2.      Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari studi kasus ini adalah sebagai berikut:
a.       Mendeskripsikan pengkajian pada Ny. A dengan masalah utama typhoid.
b.      Mendeskripsikan masalah keparawatan dengan typhoid.
c.       Mendeskripsikan penyebab timbulnya masalah keperawatan klien dengan typhoid.
d.      Mendeskripsikan hambatan dan alternatif pemecahan masalah yang muncul pada asuhan keperawatan klien dengan typhoid.
e.       Mengetahui implementasi secara komperehensif dari tahap pengkajian, tindakan yang telah dilakukan, dan evaluasi dari tindakan.

C.    Metode dan Teknik Penulisan
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, priorotas masalah, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan teknik penulisan yang digunakan sebagai berikut:
1.      Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan penunjang sebagai acuan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan, diambil dari bahan pustaka yang berhubungan dengan studi kasus.
2.      Wawancara
Yaitu dengan melakukan wawancara dengan klien dan anggota keluarga yang menunggu untuk memperoleh data-data, khususnya yang terkait khususnya yang terkait dengan thypoid dan tugas-tugas kesehatan serta fungsi kesehatan dalam keluarga sesuai dengan masalah yang di hadapi.
3.      Observasi
Yaitu dengan melakukan observasi, dengan cara mengamati perilaku dan kondisi lain, misalnya lingkungan yang berkaitan dengan faktor yang mungkin menyebabkan typhoid, atau lingkungan yang mungkin dapat mengakibatkan kambuhnya pada penderita thypoid.





























BAB II
KONSEP DASAR
A.    Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

B.     Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adlah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)

C.    Patogenesis
Salmonella typhi hanya dapat menyebabkan gejala demam tifoid pada manusia. Salmonella typhi termasuk bakteri famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Kuman berspora, motile, berflagela,berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37ºC (15ºC-41ºC), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4ºC selama satu jam, dan 60ºC selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama. Salmonella memunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa, namun tidak terhadap laktosa dan sukrosa. Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu
a.    proses invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus,
b.   proses kemampuan hidup dalam makrofag dan
c.    proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag.
Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan membunuh kuman patogen ini, yaitu dengan adanya
a.    mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan, baik secara kimiawi maupun fisik, dan
b.   mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non-spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu jumlah kuman yang masuk dan kondisi asam lambung.
Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrotektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut S.typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.
Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian S.typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul kuman.

D.    Gejala Klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
1.      Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.
2.      Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3.      Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
(Darmowandowo, 2006)
E.     Diagnosa
1.      Amanesis
2.      Tanda klinik
3.      Laboratorik
a.    Leukopenia, anesonofilia
b.   Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III
c.    Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
d.   Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan
e.    Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M
(Darmowandowo, 2006)
F.     Diagnosa Banding
1.      Influenza
2.      Bronchitis
3.      Broncho Pneumonia
4.      Gastroenteritis
5.      Tuberculosa – Lymphoma
6.      Malaria
7.      Sepsis
8.      I.S.K
9.      Keganasan-Leukimia
(Darmowandowo, 2006)
G.    Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. (Mansjoer, 2001)
H.    Pengobatan Medakamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
1.    Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
2.    ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
3.    amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
4.    kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
I.       Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1.   Komplikasi intestinal
a.    Perdarahan usus
b.   Perforasi usus
c.    Ileus
d.   paralitik
2.   Komplikasi ekstraintetstinal
a.    Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b.   Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
c.    Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
d.   Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e.    Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f.    Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
g.   Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)
J.      Penatalaksanaan Penyulit
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus. (Darmowandowo, 2006)
K.    Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. (Darmowandowo, 2006)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (Department of Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. (Department of Health and human service, 2004)
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). (Department of Health and human service, 2004)








BAB III
TINJAUAN KASUS
I.       Pengkajian
A.    Biodata
1.   Identitas Pasien
Nama                         : Ny. A
Umur                         : 43 Tahun
Jenis Kelamin            : Perempuan
Status Perkawinan     : Menikah
Agama                       : Islam
Suku                           : Lampung
Pendidikan                 : SD
Pekerjaan                   : Buruh
No Rekam Medik      : 602829
Tanggal Masuk          : Senin, 05 Maret 2012
Tanggal Pengkajian   : Senin, 05 Maret 2012
Alamat                       : jl. Nusa Indah, Rawa Laut, Bandar Lampung
2.      Identitas Penanggung Jawab
Nama                                     : Tn. A
Umur                                     : 54 Tahun
Jenis Kelamin                        : Laki-laki
Pendidikan                             : SMA
Pekerjaan                               : Pedagang
Hubungan Dengan Pasien     : Suami
Alamat                                   : jl. Nusa Indah, Rawa Laut, Bandar Lampung
B.     Keluhan Utama
Klien mengatakan mual muntah, sakit kepala disertai demam, dan nafsu makan menurun.
C.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang dengan keluhan mual, sakit kepala, disertai demam sejak 3 hari yang lalu, dan nafsu makan menurun. Demam dirasakan naik turun, lebih tinggi pada sore hari dibanding pagi dan siang hari. TD : 120/70 mmHg, N : 82 x/menit (kuat, cepat, dan reguler), RR : 24 x/menit, T : 37,9̊ c .
D.    Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan tidak pernah menderita suatu penyakit dan tidak pernah di rawat dirumah sakit sebelumnya.
E.     Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan.
F.     Data Fisik
1.      Penampilan Umum
a.    Bentuk tubuh                 : Lordosis
b.   Individu tampak sakit     : kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, dan akral hangat.
c.    Kebersihan secara umum: Kurang baik
2.      Activity Daily Living (ADL)
No
ADL
Di Rumah
Di Rumah Sakit
1.
Nutrisi
a.  Makan







Klien makan nasi dengan sayur dan lauk pauk dengan porsi sedang, tidak terdapat pantangan juga keluhan




Klien makan nasi bubur dengan sayur dan lauk pauk serta buah-buahan dengan porsi lebih sedikit, pantangan makan makanan tinggi serat dan pedas seperti cabe dan merica, pada lima hari pertama buah-buahan juga tidak diperkenankan kecuali air jeruk yang di minum sesudah makan.

 b. Minum
Klien minum air putih ± 1,5 liter/hari
Klien minum air putih ± 2,5 liter/hari dan air jeruk sesudah makan
2.
Istirahat dan tidur
a.    Malam


Tidur selama ± 8 jam dari 21.00-05.00 WIB dengan pennerangan yang cukup


tidur selama ± 5 jam dari pukul 23.00-04.00 WIB dan kadang terbangun dengan pennerangan cukup. Klien juga sukar dalam tidur.

b.   siang
Tidur selama ± 2 jam dari pukul 13.00-15.00 WIB, tidak terdapat kesukaran dalam tidur.
Tidur selama ± 1jam dengan waktu yang tidak tentu, sering terbangun dari tidur.
3.
Eliminasi
a.    BAK

4-5 kali sehari, urine berwarna kuning.

2-3 kali sehari, urine berwarna kuning jernih , tidak terdapat kesulitan saat BAK, tempat BAK ke WC dengan dibantu oleh anggota keluarga.

b.   BAB
2 kali dalam sehari pada pagi hari dan sore hari, feses berwarna kuning kecoklatan,lunak, dan tidak terdapat kesulitan saat BAB
1 kali sehari, feses berwarna kuning,lunak, dan tidak terdapat kesulitan saat BAB, tempat BAB ke WC dengan dibantu keluarga.
4.
Personal Hygiene
a.    Mandi


klien mandi 2 kali sehari pada pagi dan sore dengan menggunakan sabun, sikat gigi 3x sehari


klien mandi 1 kali sehari pada pagi hari dengan menggunakan sabun dan air hangat, sikat gigi 2x sehari. Klien mandi di tempat tidur dengan dibantu perawat dan anggota keluarga.

b.   Berpakaian
Klien 2 kali ganti pakaian pada pagi dan sore hari.
Klien 1 kali ganti pakaian pada pagi hari.
5.
Mobilisasai dan aktivitas
Klien biasa melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa adanya kesulitan.
Klien mampu untuk berbalik dari satu sisi tempat tidur ke sisi yang lain.
Klien mampu bergerak dari telentang menjadi duduk.
Klien mampu merubah posisi ditempat tidur.
Klien tidak mampu untuk merubah posisi dari telentang menjadi tengkurap.
Klien mampu pindah dari tempat tidur ke kursi roda
Klien mampu berjalan.
3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum       : Baik
b.      Kesadaran               : Composmentis GSC : 15 (E : 4, V :5, M :6)
c.       Keadaan emosional : Baik
d.      Tanda vital   
TD : 120/70 mmHg                N   : 82 x/menit
T   : 37,9 ̊c                               RR : 22 x/menit
e.       Pemeriksaan
Kepala : simetris, bulat, tidak terdapat benjolan dan luka
Rambut : hitam pendek, lurus, lembab, tidak terdapat ketombe.
Muka : simetris, bersih, tidak oedem
Mata : simetris kiri dan kanan, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, sklera tidak icterik, fungsi penglihatan baik.
Telinga : simetris, bersih tidak terdapat serumen maupun pengeluaran cairan, fungsi pendengaran baik.
Hidung : simetris lubang kiri dan kanan, tidak terdapat pembesaran polip.
Mulut dan tenggorokan : bibir pucat kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, gigi lengkap putih bersih dan tidak caries, tidak terdapat pembesaran tonsil dan tidak terdapat peradangan.
Leher : simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid dan tidak terdapat pembengkakan keljar limfe dan vena jugularis,
Dada : simetris, tidak terdapat luka, pola pernafasan normal, tidak terdapat suara tambahan berupa bunyi whezzing dan ronchi.
Abdomen : di daerah abdomen di temukan nyeri tekan
Integumen : Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
Ekstremitas : simetris, tidak terdapat fraktur dan berfungsi dengan baik (ekstremitas atas) . simetris, tidak terdapat parises fraktur dan berfungsi dengan baik (ekstremitas bawah)
H.  Data Psikologis,Sosiologis, dan Spiritual
Psikologis : Klien tampak gelisah
Sosiologis : tidak terdapat keluhan
Spiritual    : perlu dibantu dalam beribadah
I.       Data Penunjang
Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 05 maret 2012
1.      Hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah
Colestrol                    : 146
HDL                           : 28
LDL                           : 103
Trigliserida                 : 40
Gula Darah Nacture   : 110
Gula Darah 2 Jam PP : 90
2.      Hasil pemeriksaan laboratoriu imunologi dan serologi
Typhi H antigen             : + , Titer 1/80
Typhi O antigen             : + , Titer 1/80
Para Typhi A-O antigen : + , Titer 1/80
Para typhi B-O antigen   : +,  Titer 1/80
3.      Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi
Hemoglobin : 6,5 , normal = laki-laki : 13,5-18,0 gr/dl
                                             Wanita   : 12,0-16,0 gr/dl
Hematokrit   : 25%, normal = laki-laki : 40-54%
                                               Wanita   : 38-47%
LED             : 30
Hitung jenis
Bashopil    : 0
Eosinophil : 0
Batang       : 0
Begmen     : 73
Limfosit     : 18
Monosit      : 9
Trombosit   : 413.000, normal : 150.000-400.000 /1
Leukosit          : 7.300
4.      Hasil pemeriksaan urine lengkap
Warna             : kuning
Kejernihan      : jernih
Berat jernih     : 1.020
pH                   : 6
Leukosit / lesis : +        25 leuko/ui
Nitrit                : -
Protein             : -
Glikose            : -
Keton               : -
Urobilinogen    : -
Bilirubin           : -
II.    Analisa Data

Data
Etiologi
Rasional
Klien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu
Hipertermi
Infeksi Salmonella Typhii
Keluarga mengeluh klien hanya makan sedikit
Anoreksia
Anoreksia
Klien mengeluh lemas
Intoleransi Aktivitas
Kelemahan atau bedrest
Klien mengeluh mual muntah
Hipovolume
Pengeluaran cairan yang berlebihan

III. Diagnosa Keperawatan
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4.      Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
IV. Rencana Keperawatan

Tanggal
Diagnosa Keperawatan dan Data Penunjang

Tujuan
Rencana Tindakan Keperawatan

Rasional
5 maret 2012
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
DS : klien mengatakan demam
DO : T : 37,9̊ C
Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam diharapkan peningkatan suhu tubuh dapat teratasi/ suhu tubuh normal atau terkontrol
1.   Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
2.   Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
3.   Batasi pengunjung
4.   Observasi TTV tiap 4 jam sekali
5.   Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum ±2,5 liter / 24 jam.
6.   Memberikan kompres hangat.
7.   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
1.   agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
2.   untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
3.   agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4.   tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
5.   peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6.   untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7.   antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
DS : klien mengatakan makan hanya sedikit
DO : klien terlihat tidak menghabiskan makanan yang diberikan.

Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam diharapkan  gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi, Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
-   Nafsu makan meningkat
-   Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
-           
1.   Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
2.   Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
3.   Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
4.   Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
1.   untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
2.   untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
3.   untuk menghindari mual dan muntah.
4.   antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
DS : klien mengatakan lemas
DO : K/U lemah dan tidak sering melakukan mobilisasi

Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam diharapkan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahaan dapat teratasi, pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
-    Kebutuhan personal terpenuhi
-    Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh
-    memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi
1.   Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
2.   Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
3.   Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
4.   Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
1.   agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
2.   untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
3.   untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
4.   untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.


Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (muntah)
DS : klien mengatakan mual muntah sejak 3 hari yang lalu
DO : klien terlihat pucat dan terlihat mual ingin muntah
Setelah di lakukan askep selama 3x24 jam gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (muntah) dapat teratasi atau tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
-  Turgor kulit meningkat
-  Wajah tidak nampak pucat

1.   Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
2.   Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3.   Anjurkan pasien untuk banyak minum ±2,5 liter/ 24 jam
4.   Observasi kelancaran tetesan infuse.
5.   Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
1.    untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
2.    untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.    untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
4.    untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
5.    untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

V.    Implementasi
No.
Tanggal
Pukul
Pelaksanaan Tindakan
1.
05 Maret 2012
07.00
1.   Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
2.   Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
3.   Batasi pengunjung
4.   Observasi TTV tiap 4 jam sekali
5.   Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum ±2,5 liter / 24 jam.
6.   Memberikan kompres hangat.
7.   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
2.
05 Maret 2012
07.00
1.   Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
2.   Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
3.   Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
4.   Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral
3.
05 Maret 2012
12.00
1.   Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
2.   Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
3.   Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
4.   Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
4.
05 Maret 2012
15.00
1.   Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
2.   Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
3.   Anjurkan pasien untuk banyak minum ±2,5 liter/ 24 jam
4.   Observasi kelancaran tetesan infuse.
5.   Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).

VI. Evaluasi
1.      Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii.
Evaluasi : suhu tubuh normal (36̊ C) atau terkontrol.
2.      Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
3.      Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
4.      Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.   Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
2.   Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain.
3.   Demam yang disebabkan oleh s.Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu proses invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup dalam makrofag dan proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag.
4.   Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
5.   Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi).
6.   Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi.
7.   Asuhan keperawatan terhadap Ny. A selama 3x24 jam di ruang anyelir RSUD.Dr.H.Abdul Moeloek menghasilkan demam turun, mual muntah hilang, nutrisi terpenuhi, dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara optimal, dan kebutuhan cairan terpenuhi.
B.     Saran
1.      Diharapkan masyarakat dapat menjaga kebersihan terutama jamban yang banyak mengandung mikroorganisme pembawa penyakit.
2.      Diharapkan masyarakat dapat menjaga kebersihan makanan dan minuman yang di konsumsi agar terhindar dari banyak macam penyakit termasuk typhoid.
3.      Diharapkan masyarakat dapat mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup sehat.
Diharapkan masyarakat dapat menjaga daya tahan tubuh agar terhindar dari segala macam penyakit.