BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sekarang
ini hampir pelayanan kesehatan di Indonesia melupakan tentang bahaya infeksi
nosokomial yang merupakan infeksi yang terjadi di Rumah Sakit di Indonesia.
Padahal infeksi ini sangat rawan terjadi terutama pada pasien yang dirawat di
rumah sakit. Resiko infeksi nosokomial selain terjadi pada pasien yang dirawat
di Rumah Sakit, dapat juga terjadi pada para petugas Rumah Sakit tersebut.
Infeksi
petugas sangat berpengaruh pada mutu pelayanan karena petugas menjadi sakit
sehingga tidak dapat melayani pasien.Pengetahuan tentang pencegahan infeksi
sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan
sarana umum yang rawan untuk terjadi infeksi.
Cara
penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan
infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi nosokomial.
Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat
berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan
dibahas pengaruh alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk
seorang petugas kesehatan, kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki
keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek
penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat berhati-hati dalam
penggunaannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian infeksi nosokomial?
2. Bagaimanakah
rantai penyebarannya?
3. Apa
saja alat yang menyebabkan infeksi nosokomial?
4. Infeksi
atau penyakit apa saja yang dipengaruhi oleh alat medis?
5. Bagaimana
cara penyebarannya?
6. Organisme
apa saja yang berpengaruh?
7. Bagaimana
cara pencegahannya?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui tentang infeksi nosokomial.
2. Untuk
mengetahui rantai penyebaran infeksi nosokomial.
3. Untuk
mengetahui alat yang mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
4. Untuk
mengetahui penyakit atau infeksi yang dipengaruhi alat medis serta organisme
penyebabnya.
5. Untuk
mengetahui cara penyebaran infeksi nosokomial.
6. Untuk
mengetahui cara pencegahan penularan atau penyebaran infeksi nosokomial.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan
penyebaran infeksi nosokomial kepada mahasiswa, petugas rumah sakit, pasien,
dan masyarakat tentang dampak penggunaan alat medis dan penyebaran infeksi
nosokomial. Sebab, alat medis sangat berpengaruh terhadap penyebaran infeksi
nosokomial.
E. Ruang Lingkup
Masalah-masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan pengertian infeksi
nosokomial, cara penyebarannya, alat-alat yang berpengaruh terhadap penyebaran
infeksi nosokomial, penyaki-penyakit atau infeksi yang dipengaruhi oleh alat
medis, organisme penyebab, cara penyebarannya, serta upaya-upaya yang dilakukan
dalam mencegah penyebaran infeksi nosokomial terutama yang dipengaruhi oleh
alat medis.
F. Metode Penelitian
Penyusunan
makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi pustaka dan browsing di
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Infeksi adalah adanya suatu
organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis
baik lokal maupun sistemik.
Infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang
kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala
setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal
dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh
mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke
tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection,
sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang
berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
Rumah sakit merupakan suatu tempat
dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat.
Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh.
Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi
berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan
rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun
non medis.
Terjadinya infeksi nosokomial akan
menimbulkan banyak kerugian, antara lain
1. Lama hari perawatan bertambah
panjang.
2. Penderitaan bertambah.
3. Biaya meningkat.
Dari hasil
studi deskriptif Suwarni, A di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999
menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0%
hingga 12,06%, dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Untuk rerata lama perawatan
berkisar antara 4,3 – 11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah
diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa angka kuman lantai ruang perawatan
mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi nosokomial.
Selama
10-20 tahun belakang ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk
mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial
di banyak negara, dan dibeberapa negara, kondisinya justru sangat
memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan
pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit.
Karena itulah, dinegara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi
nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien
dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Di
beberapa bagian, terutama di bagian penyakit dalam, terdapat banyak prosedur
dan tindakan yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor
perjalanan penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan
terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan umur tua, berbaring lama, atau
beberapa tindakan seperti prosedur diagnostik invasif, infus yang lama dan
kateter urin yang lama, atau pasien dengan penyakit tertentu yaitu penyakit
yang memerlukan kemoterapi, dengan penyakit yang sangat parah, penyakit
keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun dan penggunaan imuno supresan
atau steroid didapatkan bahwa resiko terkena infeksi lebih besar.
Sumber
penularan dan cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan
maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter iv, kateter urin,
kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi
nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai
seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun
penunggu dan para pengunjung pasien.
B. Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di
seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang
berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu
penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55
rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara
dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara
sebanyak 10,0%.
Walaupun ilmu pengetahuan dan
penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan
sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya
pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten
antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih
menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus
setiap tahunnya walaupun.
Selain itu, jika kita bandingkan
kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih
berbahaya dan lebih resisten terhadap obat, karena itu diperlukan antibiotik
yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapat
meningkatkan resiko infeksi kepada si pasien.
C. Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi
Nosokomial
1.
Agen
Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia
rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme
ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada:
a. Karakteristik mikroorganisme.
b. Resistensi terhadap zat-zat
antibiotika,
c. Tingkat virulensi,
d. Banyaknya materi infeksius.
Semua
mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal
dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi
di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit
yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang
tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan
disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang
sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
a.
Bakteri
Bakteri
dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri
patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia
tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya
Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri
patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik. Contohnya :
1) Anaerobik Gram-positif, Clostridium
yang dapat menyebabkan gangrene
2) Bakteri gram-positif: Staphylococcus
aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada
paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah
resisten terhadap antibiotika.
3) Bakteri gram negatif:
Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air
yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri
gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah
sakit.
4) Serratia marcescens, dapat
menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
b.
Virus
Banyak kemungkinan infeksi
nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan
C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV
ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan
untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal,
infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang
sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza
virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
c.
Parasit
dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia
lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak
jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan
obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
2.
Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan
respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:
a. Umur
b. status imunitas penderita
c. penyakit yang diderita
d. Obesitas dan malnutrisi
e. Orang yang menggunakan obat-obatan
immunosupresan dan steroid
f. Intervensi yang dilakukan pada tubuh
untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan
resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita
menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus,
gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi
tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.
Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti
biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga
meningkatkan resiko infeksi.
3.
Resistensi Antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika
penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika
itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini
menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak
mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi
bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang
immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan
faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang
terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang
resistan. Penyebab utamanya karena:
a. Penggunaan antibiotika yang tidak
sesuai dan tidak terkontrol
b. Dosis antibiotika yang tidak optimal
c. Terapi dan pengobatan menggunakan
antibiotika yang terlalu singkat
d. Kesalahan diagnosa
Banyaknya
pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap
obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi
dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari
pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten
terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa
juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di
negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak
tersedia.
Infeksi
nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan
menjadi sangat penting karena:
a. Meningkatnya jumlah penderita yang
dirawat.
b. Seringnya imunitas tubuh melemah
karena sakit, pengobatan atau umur.
c. Mikororganisme yang baru (mutasi).
d. Meningkatnya resistensi bakteri
terhadap antibiotika.
4.
Faktor
alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama
disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran
nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus
dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infuse.
Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan
mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa: 3,5 Ekstravasasi
infiltrate: cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula Penyumbatan :
Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya
gangguan lain Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang
vena Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat
aliran infuse Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari
bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah Septikemia : Bila kuman menyebar
hematogen dari kanul Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar
insersi kanul.
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan
komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan
melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang
dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan
infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter
merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
D.
Macam
Penyakit Yang Disebabkan Oleh Infeksi Nosokomial
1.
Infeksi
Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari
infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin.
Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya
E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi
lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi
yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme
eksogen.
2.
Pneumonia
Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total
infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama
disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan
Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum
suntik, kateter urin dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya
kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari
pemasangan kateter atau infus.
4. Infeksi Nosokomial Lainnya
3) Infeksi sistem saraf pusat. Meningitis atau
ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial.
E. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan terjadinya infeksi
nosokomial diantaranya adalah:
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari
50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya
jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan
yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika. Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
1) Pengurangan penyuntikan yang kurang
diperlukan
2) Pergunakan jarum steril
3) Penggunaan alat suntik yang
disposabel.
Masker,
sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun
dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan
masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung
tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh,
feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya.
Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus
segera diganti.
Baju
khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita
melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
Pembersihan yang rutin sangat
penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih
dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari
kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur
untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara
yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang
rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar
dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun
suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya
untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah
sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari. Toilet
rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah
terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan
diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan
mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Disinfeksi yang dipakai adalah:
1) Mempunyai kriteria membunuh kuman
2) Mempunyai efek sebagai detergen
3) Mempunyai efek terhadap banyak
bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
4) Tidak sulit digunakan
5) Tidak mudah menguap
6) Bukan bahan yang mengandung zat yang
berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
7) Efektif
8) Tidak berbau, atau tidak berbau tak
enak
d.
Perbaiki
ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada
bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang
ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi
di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh
orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi
secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh
tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
e.
Ruangan
Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial
juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat
diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan,
peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi
ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar.
Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang
terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien
dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Faktor- faktor yang menyebabkan
perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang menginfeksi, respon
dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor
alat.
2. Agen Infeksi yang kemungkinan
terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi
terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi
infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status
imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang
menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada
tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh
padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan
kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat immunosupresan,
kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu
orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika
yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal,
terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan
kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter
urin lama yang tidak diganti-ganti.
3. Macam penyakit yang disebabkan oleh
infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan
kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial
pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy,
intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang
memiliki resiko kematian yang sangat tinggi.
4. Mencegah penularan dari lingkungan
rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai,
kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
B.
Saran
1. Eliminasi dan kurangi perkembangan
agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang menyebabkan perkembangan infeksi
nosokomial.
2. Penybaran infeksi nosokomial
terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak
meluas.
3. Mengurangi prosedur-prosedur invasif
untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
4. Pencegahan terjadinya Infeksi
Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program
untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol
penyebarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar